BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan keseimbangan asam basa adalah kondisi
ketika kadar asam dan basa dalam darah tidak seimbang. Kondisi ini dapat
mengganggu kerja berbagai organ. Kebutuhan cairan merupakan bagian dari
kebutuhan dasar manusia secara fisiologis kebutuhaan ini memiliki proporsi
besar dalam tubuh dengan hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu,
sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan, presentase
cairan tubuh berbeda berdasarkan usia.
Presentase cairan tubuh
bayi baru lahir sekitar 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total
berat badan, wanita dewasa 55% dari tital berat badan, dan dewasa tua 45% dari
total berat badan. Kebutuhan dasar pada manusia merupakan unsur-unsur
yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis
maupun psikologis. Hal ini tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan
dan kesehatan.
Kebutuhan
dasar pada manusia menurut Abraham Maslow, yaitu Teori Hierarki Kebutuhan yang
menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, salah satu
diantaranya adalah kebutuhan fisiologis, merupakan kebutuhan paling dasar pada
manusia antara lain pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, cairan
(minuman), intake dan output (nutrisi/makanan), eliminasi, istirahat dan tidur,
aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Gangguan
Asam Dan Basa
·
ASAM
adalah Senyawa dengan 1
atau lebih atom H+ yang mudah diganti oleh atom elektro positif yang berfungsi
sebagai donor proton.
·
BASA
adalah zat yang menerima
proton dalam suatu larutan.
Misalnya
HCO3-, ion fosfat (HPO4-), amoniak
(NH3-) dan asam asetat (CH3COO-)
Gangguan
keseimbangan asam basa adalah kondisi ketika kadar asam dan basa dalam darah
tidak seimbang. Kondisi ini dapat mengganggu kerja berbagai organ. Pengaturan
kadar ion hidrogen/H+ (pH) cairan tubuh merupakan sudut pandang terpenting
terkait keseimbangan asam basa tubuh, karena setiap perubahan pH dapat
menyebabkan gangguan metabolisme dan fungsi organ.1–5 Kadar ion H+ yang normal
(pH darah 7,35–7,45) dipertahankan secara ketat oleh mekanisme keseimbangan
asam basa tubuh,sehingga fungsi sel berlangsung terbaik.6,7 Beberapa keadaan
berpenyakit dapat menyebabkangangguan keseimbangan asam basa tubuh, sehingga
nilai pH darah menurun (asidemia). Keadaan yang mendasari asidemia ini disebut
asidosis.
Asidosis
dapat disebabkan oleh gangguan komponen respiratorik (asidosis respiratorik)
atau gangguan komponen metabolik (asidosis metabolik).Asidosis metabolik
merupakan gangguan keseimbangan asam basa yang paling sering ditemukan,
terutama di pasien sakit kritis (criticallyill patients). Asidosis
metabolik berdasarkan pendekatan yang konvensional terhadap gangguan
keseimbangan asam basa, ditandai dengan
peningkatan kadar ion
hidrogen (penurunan pHdarah) dan penurunan kadar bikarbonat plasma, yang merupakan
komponen metabolik dalam keseimbangan asam basa. Asidosis metabolik dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan, seperti: diabetes melitus,
kardiopulmonal,gagal ginjal, sepsis, keracunan bahan berasal dari luar seperti:
salisilat, metanol, dan etilen glikol, serta infus NaCl 0,9% (asidosis
hiperkloremik).1,7,8,16–18 Penderita yang mengalami asidosis metabolik dalam
perjalanan penyakitnya, akan memiliki peningkatan angka kesakitan dan angka
kematian.
Ø
Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
Gangguan
keseimbangan asam-basa bukanlah penyakit, melainkan kelainan akibat penyakit
primer, maka tatalaksana ditujukan kepada penyakit primer tersebut. Bila
gangguan-asam-basa beratmakakoreksi terhadap gangguan asam-basa perlu
dipertimbangkan.
1.
Gangguan
Respiratorik.
Kelainan yang
mengancam nyawa pada asidosis respiratorik bukan karena asidosisnya tetapi
karena hipoksemia, oleh karena itu terapi utama adalah terapi oksigen sambil
mengatasi penyebab primer pernapasanr (hipoventilasi).
Atasi faktor penyebab seperti kelainan paru, keracunan narkotik, keracunan
salisilat. Untuk memperbaiki ventilasi paru ventilasi mekanik.
2. Gangguan Metabolik.
a.
Asidosis Metabolik.
Meskipun
sebagian besar asidosis metabolik dapat diatasi oleh tubuh setelah penyakit
primer nya tertanggulangi, namun bila penurunan pH (<7 7="" alkali.="" alkali="" anion="" anionnonorganic="" anionorganik="" asidosis="" be="" berat="" bila="" bukan="" dan="" dapat="" dengan="" dialisis="" dimetabolisme="" dipertimbangkan.="" dipertimbangkan.koreksi="" dipertimbangkan="" disebabkan="" ditanggulangi="" ditujukan="" gagal="" ginjal="" karena="" kembali="" keton="" kontroversial="" laksana="" laktat="" maka="" masih="" menunggu="" meq="" metabolik="" metabolikkarena="" natriumbikarbonat="" nonorganik.sedangkan="" o:p="" oleh="" olehanion="" organik="" pada="" pemberian="" penyakit="" perlu="" ph="" primer="" renal="" rendah="" replacement="" sangat="" sementara="" tata="" tatalaksana="" terjadi="" terutama="" tetapi="" therapy="" tubuh="" yang="" yanmg="">7>
Di
ruang rawat intensif ada empat penyebab utama asidosis metabolik yaitu asidosis
laktat karena syok dan hipoksemia, ketoasidosis karena diabetesmelitus,
asidosis tubulus ginjal, dan asidosis karena dehidrasi akibat diare. Dari
keempat keadaan tersebut alkali diberikan pada asidosis tubulus ginjal dan
diare, sedangkan pada syok, hipoksemia dan diabetes pengobatan ditujukan pada
penyakit primer, yaitu dengan resusitasi cairan, oksigenisasi dan insulin.
Pemberian alkali dipertimbangkan bila pH plasma < 7,0 setelah dilakukan
resusitasi dan terapi lainnya. Pada gangguan asidosis metabolik kronis
pemberian alkali harus dilakukan meskipun pH <7 agar="" anak.="" dan="" demineralisasi="" gangguan="" katabolisme="" mencegah="" o:p="" pertumbuhan="" protein="" terjadi="" tidak="" tulang="" untuk="">7>
b.
Alkalosis Metabolik.
Terdapat
dua jenisalkalosis metabolik yaitu klorsensitif dan klor resisten. Disebut klor
sensitif karena dengan pemberian klor (NaCl fisiologis, KCl, atau HCl) memberi
respons yang baik. Klor sensitif disebabkan karena tubuh kehilangan klor dari
cairan lambung atau muntah sedangkan fungsi ginjal normal. Klor resisten adalah
alkalosis metabolik yang tidak responsif dengan pemberian klor, akibat klor
terus-menerus disekresi ginjal, biasanya terdapat peningkatan kadar klor urin
>20mEq/L. Tata laksana klor resisten alkalosis metabolik ditujukan pada
penyakit primer (seperti, aldosteronisme, sindrom Cushing, dll.).
3. Pemberian “alkali” (natrium bikarbonat).
Natrium
bikarbonat diberikanpada asidosis metabolik berat terutama pada asidosis
metabolik yang disebabkan karena anion minera.
B. Pemasangan Infus
Pemasangan
infus adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk memasukkan obat
atau vitamin ke dalam tubuh pasien (Darmawan, 2008).
Sementara
itu menurut Lukman (2007), terapi intravena adalah memasukkan jarum atau kanula
ke dalam vena (pembuluh balik) untuk dilewati cairan infus / pengobatan, dengan tujuan agar sejumlah cairan atau obat dapat
masuk ke dalam tubuh melalui vena dalam jangka waktu tertentu.
Pemasangan
infus merupakan salah satu tindakan dasar dan pertama yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan sebagai awal dari rangkaian kegiatan pengobatan dan perawatan
terhadap hampir semua jenis kasus baik itu gawat, darurat, kritis, ataupun
sebagai tindakan profilaksis.
a.
Tujuan Pemasangan Infus
Menurut
Hidayat (2008), tujuan utama terapi intravena adalah mempertahankan atau
mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak
dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral, mengoreksi dan mencegah
gangguan cairan dan elektrolit, memperbaiki keseimbangan asam basa, memberikan
tranfusi darah, menyediakan medium untuk pemberian obat intravena, dan membantu
pemberian nutrisi parenteral.
b.
Indikasi Pemasangan Infus
Secara
garis besar, indikasi pemasangan infus terdiri dari 4 situasi yaitu ; Kebutuhan
pemberian obat intravena, hidrasi intravena, transfusi darah atau komponen
darah dan situasi lain di mana akses langsung ke aliran darah diperlukan.
Sebagai contoh :
1) Kondisi
emergency (misalnya ketika tindakan RJP), yg memungkinkan untuk pemberian obat
secara langsung ke dalam pembuluh darah Intra Vena
2) Untuk
dapat memberikan respon yg cepat terhadap pemberian obat (seperti furosemid,
digoxin)
3) Pasien
yg mendapat terapi obat dalam jumlah dosis besar secara terus-menerus melalui
pembuluh darah Intra vena
4) Pasien
yg membutuhkan pencegahan gangguan cairan & elektrolit
5) Untuk
menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kepentingan dgn injeksi
intramuskuler.
6) Pasien
yg mendapatkan tranfusi darah
7) Upaya
profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (contohnya pada operasi
besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan
seandainya berlangsung syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
8) Upaya
profilaksis pada pasien-pasien yg tidak stabil, contohnya syok (meneror nyawa)
& risiko dehidrasi (kekurangan cairan) , sebelum pembuluh darah kolaps (tak
teraba), maka tak mampu dipasang pemasangan infus.
c.
Kontraindikasi Pemasangan Infus
Kontraindikasi
relatif pada pemasangan infus, karena ada berbagai situasi dan keadaan yang
mempengaruhinya. Namun secara umum, pemasangan infus tidak boleh dilakukan jika
;
1) Terdapat
inflamasi (bengkak, nyeri, demam), flebitis, sklerosis vena, luka bakar dan
infeksi di area yang hendak di pasang infus.
2) Pemasangan
infus di daaerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, terutama pada
pasien-pasien yang mempunyai penyakit ginjal karena lokasi ini dapat digunakan
untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis
(cuci darah).
3) Obat-obatan
yg berpotensi iritan pada pembuluh vena kecil yg aliran darahnya lambat
(contohnya pembuluh vena di tungkai & kaki).
d.
Keuntungan dan Kerugian Pemasangan Infus
Menurut
Perry dan Potter (2005), keuntungan dan kerugian terapi intravena adalah :
1) Keuntungan
Pemasangan Infus – Keuntungan terapi intravena antara lain
: Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat
target berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat
dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga
efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi
obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari,
sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul
yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.
2) Kerugian
Pemasangan Infus – Kerugian terapi intravena adalah : tidak
bisa dilakukan “drug recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko
toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa
menyebabkan “speed shock” dan komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu :
kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu,
iritasi vascular, misalnya flebitis kimia, dan inkompabilitas obat dan
interaksi dari berbagai obat tambahan.
Alat dan Bahan
Pemasangan Infus
1)
Standar infus
2)
Cairan infus sesuai kebutuhan
3)
IV Catheter / Wings Needle/ Abocath
sesuai kebutuhan
4)
Perlak
5)
Tourniquet
6)
Plester
7)
Guntung
8)
Bengkok
9)
Sarung tangan bersih
10)
Kassa steril
11)
Kapal alkohol / Alkohol swab
12)
Betadine
e.
SOP Pemasangan Infus
Standar
Operasional Prosedur (SOP) memasang selang infus yang digunakan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Cuci
tangan
2. Dekatkan
alat
3. Jelaskan
kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan selama pemasangan
infus
4. Atur
posisi pasien / berbaring
5. Siapkan
cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus dan gantungkan pada
standar infus
6. Menentukan
area vena yang akan ditusuk
7. Pasang
alas
8. Pasang
tourniket pembendung ± 15 cm diatas vena yang akan ditusuk
9. Pakai
sarung tangan
10. Desinfeksi
area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm
11. Tusukan
IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke jantung
12. Pastikan
jarum IV masuk ke vena
13. Sambungkan
jarum IV dengan selang infus
14. Lakukan
fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi
15. Tutup
area insersi dengan kasa kering kemudian plester
16. Atur
tetesan infus sesuai program medis
17. Lepas
sarung tangan
18. Pasang
label pelaksanaan tindakan yang berisi : nama pelaksana, tanggal dan jam
pelaksanaan
19. Bereskan
alat
20. Cuci
tangan
21. Observasi
dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan
C. Menghitung Tetesan Infus
Menghitung tetesan
infus adalah menghitung kecepatan untuk mencegah ketidaktepatan pemberian
cairan.
v
Tujuan:
1.
Mencegah terjadinya kolaps kardiovasukular dan sirkul
pada klien dehidrasi dan syok.
2.
Mencegah kelebihan cairan pada klien.
v
Persiapan Alat :
1.
Kertas dan pensil / pulpen.
2.
Jam dengan jarum detik.
SOP Menghitung Tetesan Infus
1.
Baca program dokter dan ikuti “lima benar” untuk
memastikan larutan benar.
2. Cari
tahu kalibrasi dalam tetes permiliter dari set infus(sesuai dengan petunjuk
pada bungkus).
·
Tetesan mikro ( mikrodrip ) : 1 cc = 60 tetes
·
Tetesan makro (makrodrip ) : 1 cc =15 tetes
:
1 cc =20 tetes
3. Pilih
salah satu rumus berikut.
·
Militer per jam
Cc/jam = jumlah total cairan infus ( cc )
Lama waktu
pengimpusan ( jam )
D. Pengontrolan Intake
Dan Output
·
Intake cairan yaitu jumlah atau volume kebutuhan tubuh
manusia akan cairan per hari.
Selama
aktivitas dan temperatur yang sedang seorang dewasa minum kira-kira 1500 ml per
hari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh kira-kira 2500 ml per hari sehingga
kekurangan sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi selama
proses metabolisme.
Tabel. Kebutuhan intake cairan
berdasarkan umur dan berat badan
No
|
Umur
|
BB (Kg)
|
Kebutuhan
Cairan
|
1
|
3 hari
|
3
|
250-300
|
2
|
1 tahun
|
9,5
|
1150-1300
|
3
|
2 tahun
|
11,8
|
1350-1500
|
4
|
6 tahun
|
20
|
1800-2000
|
5
|
10 tahun
|
28,7
|
2000-2500
|
6
|
14 tahun
|
45
|
2200-2700
|
7
|
18 tahun
|
54
|
2200-2700
|
Pengaturan utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus
dikendalikan berada di otak sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi
dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan
tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah. Perasaan
kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walaupun kadang
terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum
proses absorbsi oleh gastrointestinal.
·
Output
Cairan
Output cairan yaitu jumlah atau volume kehilangan cairan pada tubuh manusia
per hari. Kehilangan cairan tubuh
melalui empat rute (proses) yaitu :
a.
Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekskresi melalui traktus urinarius
merupakan proses output cairantubuh yang utama. Dalam kondisi normal output
urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam pada orang
dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam
setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine
akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.
- IWL
(Insesible Water Loss)
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit. Melalui kulit dengan mekanisme
diffusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini
adalah berkisar 300-400 ml per hari, tetapi bila proses respirasi atau suhu
tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.
- Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas,
respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer
melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis
pada kulit.
- Feses
Pengeluaran air melalui feses berkisar antara 100-200 ml per hari, yang
diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
Hal – hal
yang perlu di perhatikan:
Rata-rata
cairan per hari :
1.
Air minum : 1500-2500 ml
2.
Air dari makanan :750 ml
3.
Air dari hasil oksidasi atau metabolisme :200 ml
Rata- rata
haluaran cairan per hari
1)
Urin : 1400 -1500 ml
2)
Iwl
a)
Paru : 350 -400 ml
b)
Kulit : 350 – 400 ml
3)
Keringat : 100 ml Feses : 100
-200 ml
4)
Iwl
5)
dewasa : 15 cc/kg BB/hari
6)
anak : (30-usia{tahun}cc/kgBB/hari
7)
jika ada kena
·
Memonitor/mengukur
Intake Dan Output
a.
Definisi
Merupakan suatu tindakan mengukur jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh
(intake) dan mengukur jumlah cairan yang keluar dari tubuh (out put).
b.
Tujuan
a)
Menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien
b)
Menentukan tingkat dehidrasi klien
c.
Prosedur
a)
Menentukan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh
klien, terdiri dari air minum, air dalam makanan, air hasil oksidasi
(metabolisme), cairan intra vena.
b)
Menentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien,
terdiri dari urine, keringat, feses, muntah, insensible water loss (IWL).
c)
Menentukan keseimbangan cairan tubuh klien dengan
rumus : INTAKE – OUTPUT
d)
Mendokumentasikan
Perhitungan
Intake & Output
Total TBW =
60% / BB (45%-75% / BB)
Cairan Tubuh
dibagi :
1.
Cairan Intraselular = 2/3 TBW (40%)
2.
Cairan Ekstraseluler =
a)
Cairan Intravasculer (plasma) = 5 %
b)
Cairan Interstitial = 15 %
c)
Cairan Transceluler = 1-3 %
Perbandingan
CIS dengan CES
1.
Dewasa = 2:1
2.
Anak-Anak = 3:2
3.
Bayi = 1:1
Jumlah
Cairan Tubuh :
1.
Dewasa = 45%-75% / BB
Pria = 60 %
Wanita = 55
%
2.
Anak & Bayi = 75 %
Konsentrasi
cairan elektrolit dihitung dengan
Rumus :
M.Eq/L = Mg % x 10 x 1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
o Asam adalah
suatu zat apabila terlarut dalam air menghasilkan ion h+ dan memiliki ph≤7
o Basa adalah
suatu zat apabila terlarut dalam air menghasilkan ion oh- dan memiliki ph lebih
dari 7.
o Pemasangan
infus yaitu memasukkan cairan atu obat ke dalam pembuluh darah vena dalam
jumlah dam waktu tertentu dengan menggunakan infus set.
o
Intake cairan yaitu jumlah atau volume kebutuhan tubuh
manusia akan cairan per hari.
o
Output cairan yaitu jumlah atau volume kehilangan
cairan pada tubuh manusia per hari.
Kehilangan cairan tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
B. Saran
Sebaiknya keseimbangan asam dan basa
tetap di stabilkan karena jika terjadi gangguan akan menyebabkan suatu
penyakit. Dan ketika melakukan pemasangan infus kita harus memperhatikan cairan
dan intake, output.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment